Pacaran
Oleh: Holi Hamidin
Oleh: Holi Hamidin
Pacaran adalah menjalani hidup dengan seorang yang bukan muhrimnya tapi dicintainya tanpa ada status nikah. Seorang yang sudah mengungkapkan perasaan rasa cintanya kepada kekasih yang dicintainya lalu kemudian sang kekasih menerima cintanya (Jadian) maka secara otomatis mereka sudah berirkrar janji sehidup semati. Jadi apa yang dimilikinya juga dapat menjadi milik kekasihnya dan bukan suatu yang aneh lagi jika mereka berdua melakukan apa saja yang mereka inginkan terhadap satu dan lainnya seperti berdua-duaan, pegang-pegangan, cium-ciuman dan sebagainya.
Pada zaman modern saat ini, banyak segelintir komunitas yang melakukan ‘pacaran’, bahkan jika ada sekelompok individu tidak ber-pacaran maka ia akan di kategorikan katro` . Bukan dikalangan remaja saja, orang tua zaman sekarang ini juga lebih senang melihat anaknya memiliki kekasih yang setiap malam minggu ada yang menjemput untuk keluar jalan-jalan ber-dua-an dan dari mereka cendrung sedih jika anak gadisnya hanya berdiam diri di depan Televisi saja.
Jika pacaran berdampak positif artinya banyak maslahat daripada mafsadatnya maka boleh-boleh saja bagi seorang yang non islam bila berpacaran dapat membuatnya lebih baik dalam mengarungi bahtera kehidupan yang ia jalani daripada nge-jomlo. Dengan memiliki kekasih, masalah akan lebih cepat dilupakan dan paling tidak ia tidak sendirian untuk mengatasi masalah yang sedang ditimpanya.
Tapi, perbuatan semacam itu tidak dibenarkan oleh agama Islam karena banyak modhorot ketimbang maslahatnya. Benar ada kalangan dari beberapa ummat yang tidak kita ketahui kealimannya memiliki hujjah (Argumen :pen) namun hujjah yang mereka gunakan tidak lain adalah semacam “pemerkosaan ayat” saja, artinya menggunakan ayat dengan penafsiran menurut akal mereka ( Birra`i) agar apa yang mereka lakukan benar( dan tidak bertentangan dengan agama.
Tapi generasi Islam zaman sekarang malah “lata”. Mereka ikut-ikutan pada `amaliah yang tercipta dari ‘zionis’ (Pengaruh yahudi) itu;menjadi pelaku dalam berpacaran;juga tak banyak dari mereka adalah seorang dari kalangan santri. Walau tidak semua namun paling tidak mengalahkan minoritas santri yang masih takut untuk hal semacam itu.
Mereka bukan tidak mengerti dan tidak tahu pada apa yang dijanjikan Allah kelak terhadap orang-orang yang melanggar larangannya. Tapi mereka hanya pura-pura tidak mengerti dan tidak tahu semata. Hal itu timbul karena mereka suntuk, bosan, dan parno` dalam kesendirian dan terbiasa untuk itu, jadi untuk tidak berkecimpung pada dunia seperti itu sangat sulit akhirnya mencarri hujjah dalam al-qur`an dan hadist yang senada dengan kehendaknya.
Untuk itu, gunakan waktu mudamu sebelum tuamu untuk membiasakan berbuat sesuatu yang baik dan memusuhi terhadap apa yang buruk dan biarkan hukum Islam (Syariat) menjadi filsafat hidup (Way of life) supaya mandapat kebahagiaan yang hakiki dan dapat pterbiasa nantinya. والله اعلم بااصواب