Pengikut

Minggu, 05 Desember 2010

Merenung Sejenak

Setelah beberapa menit Holi mengoceh di hadapan beberapa siswa-siswi MTsN 02 Kota Baru Pontianak; yang menjadi peserta kampanye menulis dari Clup Menulis STAIN Pontianak, mayoritas peserta hanya termenung saja. Sedangkan peserta yang lain yang dibimbing ketiga temanku, semua sudah melakukan instruksi dari pembimbing mereka. Mereka menunduk serius hingga tulisan mereka hampir sempurna.Akan tetapi waktu jua yang menentukan. Sebab, tidak berselang lama kemudian bimbingan Holi, yang tadinya hanya termenung dan senyum-senyum saja, akhirnya memulai memainkan pena mereka. Mungkin ide sudah didapati. Dan pikiran Holi yang sebelumnya bahwa instruksi yang disampaikannya tidak dapat mengubah meraka bahwa menulis itu sulit salah. Dengan tanpa beban mereka menulis di kertas yang mereka miliki. Serius namun tetap santai. Sebab, sembari menulis mereka menikmati hidangan yang disediakan guru-guru. Walaupun hanya segelas air minum, kue dan permen.
Sebelum itu terjadi, termenung menimpa mereka. Lebih-lebih Larasati.dia malah kebanyaan terdiam. Kadang ia memegang penanya sambil memutar otaknya untuk mencari ide. Menoleh ke kanan dan ke kiri. Seperti orang kebingungan. Sesekali ia meletakkan miring kepalanya di atas meja. Sesekali mengangkat wajahnya dan pandangan wajahnya lurus ke depan dengan waktu yang lama. Tapi sepertinya Holi membiarkan hal itu terjadi padanya. Tidak cuma larasati saja. Holi juga mendiamkan apa yang telah terjadi. Agar mereka tahu bahwa hal yang paling sulit adalah kapan memulainya.
Meskipun demikian, tiba-tiba larasati memancarkan wajah yang girang. Mungkin ide yang dicari didapatnya. Dan kemudian ia membasahi kertas putih miliknya dengan pena miliknya. Ibarat detektif Holi mengintip sedikit apa yang telah di tulis oleh larasati. Dalam benak Holi terdapat rasa penasaran dan ia mendapati dan membaca tulisan di atas yang hanya tertulis satu kata yaitu ’Alay’. Itulah judul karangan larasati saat itu.
Selain Lesteri juga terdapat peserta bimbingan Holi yang masih termenung. Malahan peserta itu saling diskusi. Peserta itu adalah Ilma dan Cahya. Sepertinya, mereka berdua itu kompak. Soalnya, keduanya sama-sama belum memulai sama sekali setelah instruksi selesai.
Masalah yang dihadapi tidak jauh berbeda dengan Larasati. Yaitu masih belum memiliki ide yang hendak di tulis. Seolah-olah dunia ini tiada warna hingga sulit sekali menetapkan sebuah ide dari fikirannya. Dan motifasi dari sang mentor pun seolah-olah tiada guna baginya. Waktu yang sebentar untuk menjelaskan masih belum dapat membuat mereka meyakini bahwa mereka itu juga bisa membuat sebuah karya.
Tapi peserta itu butuh waktu. Nabi muhammad saja butuh 13 tahun untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam menyebarkan tauhid pada ummat beliau. Itu artinya wajar. Kesulitan buat pemula adalah hal yang wajar saja. Proses untuk sukses tentu secara sistematis. Bukankah mereka itu manusia juga. Bukan jin atau malaikat yang memiliki kekuatan yang di luar batas kemampuan akal. Hanya orang-orang pilihan saja yang bersifat demikian.
Walau demikian, ada perasaan kagum dalam dan bangga dalam diri sang mentor. Setelah melakukan ritual beberapa menit. Maksudnya termenung sejenak, mereka saling berlomba untuk mengdapatkan hasil yang sempurna dan yang terbaik untuk Holi yang menjadi mentor mereka. Mungkin mereka tidak ingin mengecewakan sang mentor atau ada rasa malu terhadap yang lain jika tidak memiliki karya tulis saat itu. Mereka mungkin tidak ingin jadi pecundang. ”kawan lain telah nulis kenapa aku tidak. Mereka bisa mengapa aku tidak !!!” mungkin itulah kata-kata yang ada dalam beranda hati mereka untuk memotifasi diri mereka.
Nurul Marfira. Ia adalah salah seorang peserta yang menurut Holi memiliki keinginan untuk bisa menjadi penulis hebat. Dalam dirinya tampak sebuah semangat. Yaitu semangat seorang pemudi yang ambisi dalam menggapai cita-citanya. Alasannya, sejak setelah intruksi membuat satu karangan dikumandangkan oleh sang mentor, Nurul langsung bergegas; tanpa banyak termenung ia corat-coret bukunya dengan pena miliknya. Dan itu terus ia lakukan hingga sebuah karanganpun selesai disuguhkan.
Tapi, semuanya hebat. Ada kemauan dalam diri mereka. Kemauan mereka tumbuh perlahan-lahan. Kesuksesan dan cita-cita masih membebani benak mereka hingga membuat mereka optimis. Sehingga semua menyuguhkan karya yang berbeda-beda. Faiz, Hukma, Seilma dan lainnya menciptakan sebuah karya yang mungkin menurut mereka hanya sekedar tugas saja. Dan ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Karena hanya beberapa menit saja, terciptalah karya yang sempurna. Sang mentorpun berucap alhamdulillahirabbil `aalamin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar