Pengikut

Rabu, 13 April 2011

Hujan Meteor Part I
Oleh : Holi Hamidin


Meteor jatuh di saat semua terlelap dalam tidurnya. Sontak hal ini mengejutkan orang-orang di dunia ini terlebih di Pontianak kotaku. Akan tetapi jatuhnya meteor tidak serentak. Kendati kejadian menyeramkan tersebut menimpa dunia hanya beberapa saat saja, banyak harta benda dan korban nyawa berjatuhan. Baik manusia maupun hewan apalagi tumbuh-tumbuhan. Semua itu hampir hancur dan musnah. Tapi syukurnya hanya sebentar saja. Mungkin ini adalah cobaan buat manusia. Atau malah musibah bagi ummat yang bertindak tidak sesuai hukum Allah hingga Allah mengutus bala tentaranya untuk memperingatkan mereka.
Akhirnya, keadaan mencekam itu; yang membuat ribuan manusia gempar dan putus asa berakhir dan semua menepuk dada masing-masing. Dan komentar keluar dari berbagai macam mulut. Ada diantara meraka yang bersukur sambil menepuk dada; ada juga yang bersyukur sambik sujud. Dan ada juga yang yang nyeleneh; ia berkata, ”syukurlah harta bendaku masih utuh.” katanya sambil tersenyum. Bukannya bersyukur masih diberi kesempatan hidup sekali lagi malah berkata demikian. Mencerminkan dirinya saja. Dan itu juga membuktikan bahwa orang tersebut termasuk orang memikirkan dunia semata. Na`udzubillah...
Setelah itu usai saya terbangun. Dan saat itu pula saya tercengan sambil berfikir, kenapa bisa sampai bermimpi seperti itu. Mimpi itu seolah-olah meng-isyarat-kan sesuatu yang sangat penting dalam hidupku dan ini seolah-oleh Allah menegurku. Ku beranggapan bahwa ini sepertinya mengingatkanku akan adanya hari akhir. Dengan mimpi ini mungkin aku sadar bahwa dunia ini tidak akan kekal. Sebab, tiada yang kekal melainkan allah tuhan semesta alam. Namun, walau aku telah mengetahui itu, amal perbuatan yang aku lakukan setiap harinya tidak menggambarkan seorang yang ber-iman akan adanya hari akhir. Yaitu adanya hari kebangkitan dari kubur, hari perhitungan amal, dan timbangan amal. Yang mana semua hal itu adalah hari peradilan. Di mana manusia akan mendapat ganjaran yang telah diperbuatnya.
Hari-hari aku lewati dengan penuh hati-hati. Aku hendak memulai dan membuka lembaran baru pada saat itu. Aku mencoba mendapatkan bekal untuk akhirat nanti. Mencoba mendapat rahmat dan ridho ilahi. Dengan harapan penuh keyakinan dan optimis akan keberkahan amal hingga bahagia dunia dan akhirat. Tapi nampaknya aku terlalu egois. Sebab, aku tidak mengajak orang lain. Lebih-lebih pada keluargaku sendiri. Dan inilah kesalahan terbesarku, hanya mementingkan diri sendiri. Tapi menurutku, aku bukan lilin yang menerangan ruangan dengan membakar dirinya sendiri. Aku hanya ingin mengaplikasikan semua itu pada diriku dahulu. Barulah kemudian akan aku ajak mereka; orang tua, saudara, teman-temanku dan tetangga-tetangga.
Namun, tak berselang lama kemudian, mimpi itu muncul sekali lagi dalam mimpiku. Mimpi yang kuanggap membawa berkah dan rahmat Allah itu hadir lagi setelah aku sholat tahajjud. Yang mana saat itu dalam keadaan wudu`. Walau hanya dalam mimpi, itu tampak nyata. Tidak ada gambaran sedikitpun dalam benakku saat berada dalam mimpi itu bahwa itu adalah mimpi. Aku mencoba berlari sekuat-kuatnya dan bersembunyi agar selamat.
Hujan batu berselimut api itu menggemparkan penduduk bumi kedua kalinya. Namun, jatuhnya kini sedikit berbeda dengan sebelumnya. Kali ini, hujan yang menurutku adalah sebuah meteor yang sebelumnya terjadi dalam mimpiku itu, menimbulkan suara ledakan yang sangat keras. Tidak hanya itu saja. Bahkan, ledakan tersebut disertai dengan sebuah benda padat dan api disekitar tubuhnya. Terlempar dan jatuh jauh sekali dari letak asalnya jatuh. Bumi serasa ditembaki sebuah kapal yang besarnya hampir sama dengan bumi. Bahkan mungkin lebih besar. Terpantulnya batu api besar tersebut ke rumah-rumah warga membuat dunia ini gaduh. Teriak anak kecil yang berada di gedung yang hmpir runtuh; jeritan tangisan sang ibu dari gubuk tua yang terbakar yang sedang mencari anaknya yang terjepit di dalam dan pak tua yang hanya bisa menggerakkan bibirnya menandakan dinamika besar yang terjadi saat itu. Saat itu siang tapi seperti malam. Sebab, awan hitam menelan siang. Lampu hanya nampak aliran listriknya saja. Petir menyambar-nyambar. Apa yang terjadi ini ya Allah?
Untungnya, aku terbangun dari tidurku. Lalu aku Istigfar tiga kali sambil menghela napas dan kemudian merenung keadaan diriku. Tak pelak, dalam termenungku, aku berpikir sambil ber-angan tentang apa maksud dari mimpi ini. Sampai saat ini masih belum ku temukan apa maksud dari mimpiku ini. Tapi, diluar sana kejadian-kejadian yang hampir serupa dengan mimpiku terjadi. Dan itu terus menerus tanpa berskala. Gunung merapi meletus, anak krakatau mengikuti jejak gunung merapi. Meskipun saat ini sudah tidak lagi tapi sisa-sisanya masih ada. Diantaranya adalah banyak jembatan yang roboh akibat lahar dingin dari merapi. Dan apakah ini berhubungan dengan mimpiku? Wallahu `a_lam_bisyowab.
Setelah lama aku termenung. Aku berdiri dari tempat tidurku dengan wajah pucat dan badan lunglai. Ku tatapkan wajahku pada dinding yang terdapat jam dindingnya. Ku melihat jam masih menunjuk pukul 4 subuh. Selisih 15 menit dari tidurku sebelumnya. Masoh ada waktu untukku bermunajat pada Tuhanku dan mengadukan mimpiku padanya walaupun dia dzat yang maha mengetahui. Aku berwudu` di kali tempat tinggalku. Karena gelap dan lampu di dekat kali tersebut tidak hidup. Aku tidak melihat apa-apa di sekitar kali itu kecuali titian yang dibuat warga untuk tempat cuci pakain.
 “Jendarrrr…..” aku terpeleset dan tersungkur dari titian itu.
“Astagfirullah…” teriakanku saat terjatuh. Malam yang sepi nan sunyi membuat teriakanku terdengar keras. Sehingga, tetangga-tetanggaku terbangun. Tidak hanya satu dua orang saja, hampir seluruh penghuni rumah yang berada di sekitar kali tersebut terbangun dan berlari membuka pintu rumahnya untuk melihat apa yang terjadi. Keadaan yang tadinya remang-remang menjadi terang. Lampu yang terdapat pada kali itu hidup. Warga yang terbangun tadi mengitari dan melihatku heran. Saat itu aku mengusap wajahku yang penuh dengan tanah basah sambil menatap wajah mereka satu persatu. Mereka yang terbangung saling melontar pertanyaan heran. “Ada apa ni…?” Tanya mereka ingin tahu apa yang terjadi. Pertanyaan itu terus menerus terdengar dari mulut kemulut hingga pertanyaan warga itu menghiasi pagi menjelang subuh saat itu.
“Hei, siapa kamu ?” tanya seorang warga yang sedang memegang pentungan dengan nada keras. Mungkin ia menganggap Supri yang masih berada dalam parit tempatnya terjatuh itu adalah orang yang hendak mencuri. Dengan agak menggigil supri menjawab, “ini aku pak, Supri.” jawab Supri meyakinkan. Salah seorang pria lainnya menerangi wajahku dengan senter yang dibawanya dari rumah seraya berkata, “Supri…?” ujarnya heran. Mendengar jawaban Supri, warga tambah heran dan kembali saling tanya antara satu dengan yang lainnya. Hingga akhirnya tiba-tiba dari kerumunan muncul wajah yang tidak asing lagi dari otakku. Ia adalah ibuku.
“Supri, itu kamu na` ?” tanya ibuku heran sambil menatap wajahku yang sedikit berlumuran lumpur.
“Iya bu, ini anakmu Supri.” jawab supri melas.
“Apa yang kau lakukan di situ na`?” tanya ibu pada anak yang sedang ditarik keatas oleh seorang warga. Akibat lama berada di dalam air, walau supri sudah tidak berada dalam kubangan air lagi, ia tetap menggigil hingga suara gesekan antara gigi atas dan bawahnya terdengar. Maklum, masih pagi. Suasana masih diliputi banyak embun segar. Dengan keadaan tangan melipat diatas dada yang juga sambil menahan sarungnya yang basah kuyup, agar tidak melorot tentunya, ia menceritakan kejadiannya dari awal.
“Supri nda` tahu mak, kalau di titian itu ada sabun mandi tanpa sehelai-pun bungkusannya. Jadi supri nginjak itu lalu terjatuh deh.” ungkap Supri sambil berdiri gemetaran. Tiba-tiba ada suara dari kerumunan bertanya dengan nada keras, “eh, kami tahu kalau kamu jatuh! Tapi kenapa kamu berada di tempat ini malam-malam, kamu ingin maling kan?” celetup salah seorang warga dengan wajah yang muram durja. “nda`…nda` gitu…” jawab supri ketakutan. Ibunda tercinta yang berada disampingnya berkata, “pak yono. Pak yono jangan bicara sembarangan ya. Mendingan kembali tidur sana, istrinya sudah nunggu tuh!” tegas ibu supri sambil membawa supri pulang. Mendengar ocehan seorang janda paruh baya tersebut, pak yono yang menuduh supri sembarangan itu pergi berlalu dan pulang kerumahnya. Warga yang mendengar itu menyoraki pak yono. Sebab, di depan rumah pak Yono kelihatan istrinya yang hanya memakai sehelai kain yang dililitkan ketubuhnya untuk menutupi tubuhnya. Dan rambutnya tampak acak-acakan. Tentu itu menarikperhatian warga hingga masalah Supri seolah hilang tanpa jejak. “Wuu…..h…” sorak warga yang berada dalam kerumunan pada pak Yono. Dan warga pun berlalu pulang ke rumah mereka masing-masing. Sedasng warga yang masih penasaran masih bertanya-tanya tentang apa yang telah terjadi. Dari kejauhan, bisik-bisik pertanyaan itu terdengar walau tidak terlalu jelas.
Setelah supri mengganti pakaiannya, adzanpun berkumandan. Supri pergi kemasjid Hisbullah yang berada di dekat rumahnya. Ia pergi ke masjid bersama orang-orang yang tadi melihatnya tampak bodoh. Jika ia bertemu dengan salah seorang yang melihat tadi padi itu, Supri-pun merasa malu dan untuk menutupi rasa malunya itu, ia berjalan sambil menundukkan kepalanya. Seperti biasa, dalam masjid yang masih di rehab itu, terdapat orang-orang yang sudah tua. Kemungkinan, rata-rata dari mereka berumur 50-an atau bahkan lebih. Tapi ada juga yang muda. Diantaranya adalah Supri dan Fariz. Supri dan fariz memang rajin ke mesjid. Meraka berdua lebih senang sholat di masjid daripada di rumahnya. Pada waktu subuh, si supri terkadang sholat di masjid kadang juga tidak. Sedangkan Fariz, sholat di masjid adalah suatu yang wajib baginya kecuali siang. Sebab, ia kuliah dan sholat di mesjid kampus.
Setibanya supri di masjid, iqomah langsung diteriakan. Padahal ummat yang berada di rumah Allah itu hanya tidak melebihi satu shaf. Dan itulah pemandangan tiap subuh yang supri lihat di masjid. Tentu ini sangat ironis. Berbeda dengan sholat jum`at. Di mana saat itu, masjid sulit untuk menampung ummat sholat di dalamnya. Akhirnya, mereka yang datang terlambat harus rela sholat di tempat yang biasa digunakan kendaraan lalu-lalang.
Namun, itulah kenyataan dan faktanya. Muslimin mungkin saat itu muslim sedang halangan. Kelelahan menafkahi anak-istrinya. Si ibu sibuk beres-beres; si anak lelah bermain keluyuran. Hingga untuk bangun di waktu subuh ketika itu sulit. Sehingga tidurnya pulas dan menyebabkan panggilan ilahi tidak terdengar. Mudah-mudahan begitu. Jadi, jika nanti urusan dunia mereka selesai, mereka akan kembali ke pangkuan sang-kholik. Amin…

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar