Pengikut

Selasa, 05 Juli 2011

Kalau bukan sekarang, kapan lagi...


Pagi itu Kakek Jahil, berada di serambi rumahnya. Ia duduk sembari membaca koran pagi. Ketika serius membaca, tiba-tiba ia dikejutkan cucu perempuannya yang telah dewasa. Cucunya tersebut berlari. Pantas jika kakek Jahil terkejut. Bukan itu saja, pakaian ketat cucu juga menjadi salah satu faktor terkejutnya kakek.
“Apa-apaan kamu cu, pake` baju begitu.” kata kakek lantang sembari meletakkan koran.
“Apa sih kek. Ngebetein aja.” jawab cucunya merasa terganggu.
“Kamu mau kemana cu? berpakaian kaya` gitu. Kan, isi dalamanmu ketauan orang!!” kata kakek menimpali.
“Kakek ni gimana sih, cucu ni masih muda. Lagian, gaya kaya` ni kan, trend masa kini. Jadul amat sih kakek nich.” jawab cucu menjelaskan.
“bukan gitu cu, auratmu mengundang maksiat.” Ujar kakek.
“Udahlah kek, cucu pergi dulu. Mo` joging. Masa` joging pake` mikenah. Ada-ada ja ni kakek.” tukas sang cucu membela diri.
“Kalau bukan sekarang, kapan lagi coba?”.
Pernyataan cucu yang terakhir tadi membuat kakek tercengan. Sekaligus mengakhiri percekcokan pagi hari antara cucu melawan kakek. Kakek yang prihatin dengan keadaan sang cucu, si cucu malah abis-abisan mengecam kakek. Kakek Jahil hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kakek terus berusaha melakukan yang terbaik untuk keluarga. Ia pun mendatangi ibu dari cucunya yang kebetulan anaknya si kakek. Saat itu anaknya sedang berada di dapur sedang memasak. Kakek menghampirinya sambil menggerutu.
“Masih muda sudah seperti itu. Gimana nanti kalo sudah tua nanti.” Kata kakek menggerutu.
“Bapak kenapa, ngomong sendiri?” tanya anak perempuannya sopan.
“Itu tuh, anakmu. Dibilangin malah ngebantah.” Jawab kakek kesal.
“Kamu itu, didik anak tu yang benar. Jangan seperti itu. Malah sibuk sendiri dengan pekerjaannya masing-masing.” kakek meluapkan kemarahannya pada si anak.
“Si ria? Kenapa dengan si ria kek?” jawab anaknya denga lembut.
Si kakek menjelaskan letak permasalahan yang terjadi barusan. Semua kejadian detail, kakek ceritakan. Sudah seperti penyiar berita saja. Sang anak mendengar dengan seksama sambil bekerja. Perlu waktu lama untuk menjelaskannya. Sehingga sang kakek pun kehausan dan mengambil minuman.
Setelah cerita selesai, sang anak berkomentar, “udah lah. Dia kan masih muda. Kalau bukan sekarang kapan lagi dia seperti itu.” jawabnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Jawaban yang percis serupa dengan jawaban cucunya. Seperti semula, kakek hanya terdiam dan keluar perlahan-lahan. Kakek pergi ke ruang tamu untuk menonton Tv.
Beberapa jam kemudian, cucunya pulang dalam keadaan menangis. Pakaiannya kotor. Bahkan ada yang koyak di sebagiannya. Cucunya itu datang tidak sendirian. Ia ditemani oleh Satpam komplek. Dia langsung duduk di dekat sang Kakek. Tapi kakek mencuekinya dengan berpura-pura serius menonton Tv.
Ibunya yang berada di dapur sontak keluar mendengar jerit tangis sang anak. Dan ia menanyakan tentang apa yang terjadi pada anaknya. Anaknya tidak bisa menceritakan hal itu. Sebab, tangisannya sangat histeris sekali.
“Ini begini bu, tadi waktu di dekat kebun sana. Saya melihat adek ini sedang di kerumuni oleh dua orang pria yang gagah-gagah.” cerita Satpam yang mirip Muhlis serial Abdel dan Temon dengan serunya.
“Entah apa yang hendak mereka lakukan. Saat kuhampiri mereka lari terbirit-birit.” lanjutnya lebay.
Walau agak lebay, ceritaa Satpam membuat sang ibu ikut menangis seraya memeluk anaknya itu. Namun, si kakek tetap santai seolah tidak ada terjadi apa-apa. Ibu melihat tindakan kakek yang kurang perhatian pada cucunya itu. Ibu dari sang anak itu menegor kakeknya dengan perkataan yang sungguh mengharukan. Tapi kakek hanya mengucapkan, “kalau tidak sekarang, kapan lagi.” Kata kakek santai sembari meninggalkan ruangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar