![]() |
Pak Jahil dan Bu Jahil |
Hari Jum`at malam Sabtu, sekitar jam 10 malam, suami dari anak kakek yang bernama Ida rutin bermain Futsal bersama rombongan pengajian. Ihsan, menantunya itu duduk di teras rumah sebentar untuk memasang sepatu. Motor di bagasi sudah ia siapkan di depannya.
Saat hendak menaiki motor, Kakek Jahil tak sengaja melihat melihatnya. Lantas kakek pun bertanya perihal kepergiannya. Ihsan yang saat itu sudah siap pergi, berhenti sejenak untuk menjawab pertanyaan si mertuanya itu.
“Main Fulsal Kek.” jawabnya tegas.
Mendengar jawabannya itu, si Kakek malah bercerita panjang lebar tentang masa mudanya yang dulu juga memiliki hobi yang sama. Mau tidak mau, sang menantu mendengarkannya dengan perasaan dongkol. Namun, karena kelamaan, tanpa mengurangi rasa hormatnya pada mertua, ia memotong cerita si Kakek.
“Udah dulu ya Kek, Ihsan udah terlambat nih.” ujarnya memotong cerita.
“Tunggu San, Kakek ikut. Sudah lama Kakek tidak main bola.” pinta Kakek.
Tentu hal ini membuat sang menantu merasa risih. Dalam hati kecilnya menolak. Bahkan menggerutu tanpa sepengetahuan Kakek. Untung Ihsan adalah menantu yang berprilaku baik pada mertua. Jangankan yang masuk akal, permintaan yang kurang dipercaya akalpun, sang mantu rela berkorban.
“Ayolah Kek. Tapi cepat ya.” saran sang mantu.
Kakek bergegas, hingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menggunakan kostum olah raga kesayangannya saat muda. Beberapa menit kemudian Kakek keluar dengan dandanan bak atlit Sea Games.
Mereka pun berangkat. Sesampainya di tempat, teman-teman Ihsan sudah berada di lapangan. Ihsan yang mengetahui itu, segera masuk dan berdiri di tepi lapangan menunggu giliran. Si Kakek heran. Maklum, lapangan mini ini belum pernah ia jumpai saat ia remaja. Kemungkinan ia baru tahu. Dulu yang ia tahu, lapangan yang ada dalam ruangan adalah lapangan Bulu Tangkis. Tapi yang kali ia lihat berbeda. Tentu ini peristiwa yang sangat mengherankan.
Walau bersama mertua, Ihsan tidak merasa terganggu bahkan malu. Malah ia bangga dengan adanya mertua di sisinya yang ikut bersamanya.
“Pemain darimana itu San. Sepertinya aku kenal deh.” Tanya temannya yang juga telah menunggu giriran bermain.
Memang, Kakek Jahil ini sudah terkenal di seluruh penjuru. Penjuru Komplek, Desa, dan kebun. Biasa, Kakek lain daripada yang lain.
“Mertuamu mana mungkin seperti mertuaku. Yang mau menemani menantunya bermain Futsal.” jawab Ihsan membela.
Tak berselang lama, giliran Ihsan dan Kakek tiba. Mereka satu tim. Walau kostum berbeda, mereka berdua memiliki misi yang sama. Yaitu menang dan mencetak gol. Kakek menjadi penyerang murni. Selalu berada di dekat gawang musuh. Sedang menantunya menjadi gelandang tengah yang mampu memberi umpan pada Kakek.
Bola berada pada gengaman sang Kakek. Ia membawanya dengan sangat lambannya. Saat itu, keadaan satu lawan satu; antara Kakek dan Penjaga Gawang musuh. Kiper musuh meremehkan Kakek. Seolah sang Kakek tiada di hadapannya. Dan Kakek tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sekuat tenaga, ia menendang bola ke arah gawang.
“ciaaaaat…” bunyi yang keluar dari mulut Kakek.
Kiper mengeluarkan mimik muka remeh. Dan Al hasil bola tadi masuk ke gawang dan gol. Akan tetapi para penonton dan para pemain tertawa terpingkal-pingkal melihat gol yang tercipta. Pasalnya, sang Kiper terjatuh dan kesakitan akibat hantaman sepatu Kakek yang terlepas lalu melayang dan mendarat ke wajahnya.
“Waduh, saya kira, yang melesat kencang tadi bola. Eh tau-tau sepatunya.” ujar sang Kiper.
“Untung sudah Tua.” kata Kakek dalam hati girang.
Ternyata sepatu yang dulu digunakan Kakek saat muda sudah agak kendor. Jadi mudah terlepas. Jika saja sepatu tadi tidak kendor, mungkin yang hasilnya akan berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar